Audience : Jemaat Umum
Teks
Firman Tuhan : Efesus 6:4
AK : Peran orang tua sangat berpengaruh
kepada anak
AT : Ajaran
dan nasehat yang berasalnya dari Tuhan akan mendapatkan hasil yang baik.
Tema
: Menjadi
orang tua yang takut akan Tuhan
Jemaat yang terkasih di
dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus:Sekilas perlu kita
ketahui bahwa kitab Efesus merupakan salah satu kitab yang ditulis oleh Paulus
di dalam penjara pada saat ia berada di Roma, kitab ini pada dasarnya ditujukan
kepada orang-orang kudus yang berada di Efesus (Jemaat Efesus). Surat Efesus di
tulis pada sekitar tahun 60 CE.
Di
dalam pembacaan kitab yang telah kita baca tadi, Paulus menggambarkan sang ayah
yang bisa mengendalikan diri, pendidikan yang ramah, dan sebagai sosok manusia
yang sabar yang bisa dijadikan teladan. Sikap ini sangat bertentangan dengan
bapa-bapa orang Romawi pada zaman Paulus. Menurut W. Barclay, “Bapak Romawi
memegang dan menerapkan kekuasaan yang mutlak atas keluarganya”. Bapa-bapa
Romawi boleh dengan sesuka hati menjual anak-anaknya menjadi hamba, bahkan
menghukum mereka sampai mati.
Sungguh
hal ini sangat berbeda sekali dengan bapa-bapa orang Kristen, khususnya bila
dinalar dengan Efesus 3:14-15 dan 4:6, dimana
dinyatakan bahwa kedudukan bapak diperoleh dari “satu Allah yang adalah Bapak dari semua”. Di
teks pembacaan kitab kita tadi sangat jelas sekali dikatakan:
Isi
1. “janganlah
bangkitkan amarah di dalam hati anak-anak (ay.4)”.(bentuk kemarahan anak yang kurang
mendapatkan perhatian). Paulus mengatakan bahwa pada diri
setiap anak ada keperibadian yang harus dihormati. Tetapi orang tua tidak
menyadari hal itu. Bahkan orang tua mungkin saja menyalahgunakan otoritasnya
sebagai orang tua. Kebanyakan orang tua yang keras bahkan memberikan perintah
yang tidak sewajarnya untuk dikerjakan pada umur mereka yang belum mencapai
target. Kelakuan orang tua yang sangat kejam atau keras, sikap pilih kasih dan
memanjakan anak merupakan prilaku yang salah dan dapat merusak perkembangan
anaknya. Demikian pula sikap orang tua yang suka merendahkan atau menindas
prakarsa atau kebijakan anak dalam berkarya, sindiran, dan ejekan akan
mengakibatkan hal yang sama. Sikap yang demikianlah yang dapat membangkitkan
amarah dalam hati anak-anaknya. Banyak “generasi muda” yang mencetuskan
amarahnya dalam bentuk tulisan, kritik pedas, bahkan membuat onar. Bukan tidak
mungkin, kritikan atau perbuatan onar itu adalah letupan amarah yang membara di
dalam diri mereka sewaktu mereka masih kanak-kanak, karena mereka di dalam keluarga
bahkan masyarakat tidak diperlakukan secara simpati. Disiplin memang penting,
tetapi disiplin yang tidak adil dalam anak-anak akan mengakibatkan dampak yang
buruk bagi dia. Anak-anak memang wajib untuk menaati orang tua di dalam Tuhan,
tetapi harus kita ketahui bahwa ia adalah “orang kecil” yang memiliki
keperibadian yang harus dihormati bukan untuk dieksploitasi, bukan di
manipulisai bahkan dihancurkan. Proses menjadi dewasa dapat dikatakan sama
dengan proses menjadi merdeka. Tetapi dalam proses mengembangkan dan
memantapkan kemerdekaan itu, kadang-kadang anak nampak seperti menentang orang
tua. Tapi reaksinya itu adalah guna menemukan batas, bukan untuk pemberontakan.
Sering
kali kita mendengar dalam dan melihat secara langsung maupun melalui media-media
lain, tentang seorang anak yang dianiaya atau menjadi perilaku kekerasan dalam
rumah tangga oleh orang tuanya. Dulu saya pernah melihat seorang anak yang
dianiaya atau yang mengalami perilaku kekerasan, anak ini kira-kira berumur
tiga sampai empat tahun, anak ini mengalami pukulan tangan dan terjangan dari
orang tuannya sehingga mengakibatkan anak ini harus masuk rumah sakit untuk
mengobati luka-lukanya yang diakibatkan oleh orang tuannya sendiri. Orang tua
dari anak ini, orangnya sangat kasar ditambah lagi seorang yang penjudi dan
pemabuk, orang tua dari anak ini tiap kali pulang ke rumah selalu dalam kedaaan
mabuk atau marah-marah baik sama istrinya maupun sama anaknya. Sehingga
kehidupan dari keluarga ini boleh dikatakan tidak harmonis, karena perilaku
dari seorang ayah yang pemabuk dan penjudi. Sehingga perkembangan dari perilaku
atau watak anak ini sangat rentan sekali, anak ini ketika memasuki dewasa
menjadi anak yang bebas (pergaulan bebas), yang tidak tau aturan, tidak sopan
sama orang tua. Bahkan kehidupannya pun sangat jauh dari Tuhan. Hal ini
merupakan salah satu contoh anak yang masa kecilnya kurang bahagia. Yang
disebabkan oleh keluarga yang kurang harmonis.
Bapak,
ibu, saudara/i yang dikasihi Tuhan, banyak hal yang menjadi sorotan anak kita
terhadap diri kita sebagai orang tuanya. Kita yang sebagai orang tua bagi anak
kita, kita merupakan objek bagi anak kita di dalam dia melihat tingkah laku dan
perbuatan kita untuk mereka ikuti sehingga kita dijadikan mereka sebagai
teladan didalam kehidupan mereka baik terhadap keluarga sekalipun. Di dalam 1
Timotius 4: 12, Mengatakan Jangan
seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi
orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu,
dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu. Sehingga dari ayat ini kita
bersama-sama menjadi teladan di dalam keluarga maupun di dalam masyarakat
disekitar kita.
Jemaat yang terkasih di dalam Tuhan
kita Yesus Kristus di dalam teks yang kita baca tadi juga
dikatakan:
2. “didiklah
mereka dalam ajaran dan nasehat Tuhan”. Paulus juga
sangat menekankan betapa pentingnya tahun-tahun pertama bagi kehidupan anak,
dan anak-anak sangat membutuhkan kelemahlembutan kasih dan kenyamanan
lingkungan. Para orang tua ditugaskan membina dan mendidik anak-anaknya.
Sungguh tidak bijaksana kalau orang tua menyerahkan tanggung jawab membina dan
mendidik anak kepada orang lain. Memang mereka dapat mendelegasikan (menyerahkan,) tanggung jawab ini kepada
pembantu, sekolah atau bahkan jemaat, tetapi mereka tidak boleh lepas tangan
begitu saja. Tidak ada yang lembaga atau orang lain yang dapat menggantikan
orang tua dalam tugas yang telah Allah berikan kepada mereka. Lagi pula, dampak
dari khodrat kehidupan keluarga, yang mustahil dapat digantikan oleh apa pun
juga dan oleh siapa pun. Jadi sebagai orang tua wajib menyediakan waktu untuk
anak-anaknya dan bekerja keras untuk mendidik mereka.
Timbul
pertanyaan di benak kita “Bagaimana caranya mendidik anak itu?”
Paulus
memberi menjawab atas pertanyaan kita, didiklah mereka di dalam ajaran dan
nasehat Tuhan. Disiplin sangat penting, tetapi perlunya tentang disiplin dan
pukulan, PL berkata, “siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya,
tetapi siapa mengasihi anaknya, meghajar dia pada waktunya” (Ams 13:24), dan
“kebodohan melekat pada hati orang muda, tetapi tongkat didikan akan mengusir
itu dari padanya” (Ams 22:15).
Kedua
ayat ini merupakan membenarkan seorang bapak untuk menghajar anaknya, namun
orangtua sama sekali tidak boleh melalaikan disiplin, dan jangan bertindak
semaunya. Haruslah kita ingat bahwa anak merupakan anugrah dari Tuhan yang
harus kita jaga dan lindungi. Tidak hanya dalam hal disiplin melaikan juga
dalam hal pendidikan, para orang tua harus bisa membedakan mana pendidikan yang
benar dan pendidikan yang palsu. Orang
tua dan guru berperan sebagai katalisator (suatu
kejadian yang menyebabkan terjadinya perubahan dan menimbulkan kejadian baru
atau mempercepat suatu peristiwa), yang mendorong dan membantu anak membuat
jawaban sendiri. Orang tua dan guru juga wajib mengajarkan nilai-nilai
Kristiani tentang kebenaran dan kebaikan kepada anak-anak. Akan sangat
menolong, bila dikemukakan juga “kualitas lebih” dari nilai-nilai kristiani lainnya, sehingga anak tertarik
untuk menerima dan menerapkan nilai-nilai kristian itu di dalam hidupnya. Tapi
dengan catatan jangan menekan dan memaksakan mereka.
Terjadi tragedi di tengah suatu perayaan. Hari itu
adalah upacara pembukaan Olimpiade musim panas tahun 1992 di Barcelona. Satu
per satu tim memasuki stadion dan berparade keliling lintasan di tengah
sorak-sorai 65.000 penonton. Akan tetapi, di salah satu bagian stadion
Olimpiade, terjadilah peristiwa yang mengejutkan dan menyedihkan pada saat
Peter Karnaugh, ayah perenang AS, Ron Karnaugh, mendapat serangan jantung yang
fatal.
Lima hari kemudian, Ron kembali tampil untuk berlomba
dengan memakai topi ayahnya, yang ia sisihkan dengan hati-hati sebelum
perlombaan dimulai. Tetapi mengapa ia memakai topi itu? Ia melakukannya sebagai
penghormatan kepada ayahnya yang ia gambarkan sebagai "sahabat
terbaikku". Topi itu adalah topi yang dipakai ayahnya saat mereka
memancing dan melakukan banyak hal bersama. Memakai topi itu adalah cara Ron
untuk menghormati ayahnya karena telah mendampingi, menyemangati, dan
mengarahkannya. Ketika Ron berenang, ia tidak didampingi ayahnya, namun ia
terinspirasi oleh kenangan tentang ayahnya. Ini merupakan salah satu bentuk
yang patut kita teladani. Pendampingan, menyemangati dan mengarahkan merupakan
hal yang penting juga dalam kita mendidik anak.
Pengajaran dan nasehat dari orang tua merupakan hal
yang paling penting, walau yang terlihat dari pengajaran itu kecil tetapi itu
akan berdampak besar bagi kehidupan anak kita di kemudian hari. Maka dari itu Paulus
sangat menekankan bahwa ajaran dan nasehat yang diberikan kepada anak-anak
haruslah di dalam Tuhan. Kita sebagai orang tua Kristen mengharapkan anak-nya mengakui
otoritas kita sebagai orang tua, tapi juga mengharapakan melalui ajaran kristen
sang anak akan menggenal dan mengasihi Tuhan Yesus, dengan cara itu anak-anak
akan bertumbuh dan berkembang secara baik. Berbahagialah kita yang keluarganya
dengan belas kasih, berhasil menuntun anak menerima baginya ajaran dan disiplin
dari Tuhan yang dikasihinya. Begitu juga dengan orang tua yang belum memberi
pengajaran kristen bagi anaknya, karena bagi yesus belum ada kata terlambat
selagi bapak dan ibu mau berusaha menanamkan nilai-nilai kristen di dalam anak
selagi anak-anak masih mau mendengarkan bapak dan ibu. Semoga firman Tuhan kita
pada hari ini akan membantu kita untuk mendidik dan menghormati anak.
Karena anak-anak juga perlu untuk
dihormati. Amin....